Inflitrasi Sigil dan Mantra Dalam Lagu Queen dan The Beatles

Senin, 30/05/2011 13:18 WIB

Assalammualaykum Ustadz, kemarin saya membaca note ustadz di Facebook mengenai mewaspadai otak reptil terkait indoktrinasi simbologi yang memang banyak disuapkan melalui media. Jujur, saya kaget ustadz. Beberapa waktu lalu saya sudah tonton habis video dari Youtube oleh user: ‘karkoons’ terkait konspirasi media, satanisme budaya modern, illuminati di Indonesia, Ahmad Dhani, dll, sungguh menjadi sebuah kecemasan tersendiri ketika saya mendapat tambahan fakta mengenai otak reptil dari note ustadz, mengenai otak saat berada pd phasa alpha-tetha, dsb.

Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan ustadz, semoga ustadz bisa memberi konseling ditilik dari kacamata psikologis dan teologis.

Saya sangat akrab dengan musik dan televisi sejak dalam kandungan. Saya tumbuh dengan musik-musik Queen, The beatles, John Lennon. Ibu saya begitu ingin anak-anaknya mahir berbahasa asing (ini manifestasi dari rasa putusasanya karena beliau tidak kunjung menguasai bahasa Inggris meski sudah belajar sekuat tenaga). Walhasil, jadilah saya akrab dan begitu mencintai semua penyanyi dan lirik lagu yang memang mama putar tiap hari. Ada beberapa situasi rumah tangga yang membuat saya makin larut pada kecintaan saya pada musik, saya sering menyendiri mendengarkan lirik-lirik Elvis, The Beatles, dll.

Dan sungguh, dulu sebelum mulai halqah (pada beberapa kondisi) saya begitu mudah melarikan diri dari masalah. Entah apapun masalah yang terjadi pada orang tua saya, saya begitu membenci sikap mereka, saya tidak suka pada tiap keputusan yang mereka ambil, saya sering berfikir (atau berhalusinasi?) bahwa kabur dari rumah ‘was the best simply problem solver’. Bahkan, seakan-akan ada suara jauh dalam benak saya bahwa ‘suicide was great, and you have to try!’. Namun untuk bisikan bunuh diri ini, bentuknya samar, halus, dan akal saya selalu berhasil untuk tak merespon.

Sebenarnya banyak bisikan-bisikan yang sering saya dengar dalam hati saya ‘you have to do this, you have to throw that’. Saya menyadari bahwa ada sesuatu yang senantiasa mendorong saya melakukan beberapa hal, meski saya tidak berfikir apapun, tidak menginginkan apapun. Bisikan-biskan itu begitu sistematis rasanya. tiap saya diam, well yeah, ‘mereka’ yang berbisik, tiap saya istirahat dari aktivitas-aktivitas saya, suara-suara ‘jauh’ itu terus bergema di kepala saya. Pernah saat kelas 3 SMP saya siap dengan dua butir ekstasy di tangan saya, siap untuk menelannya. alhamdulillah, tidak jadi.

Saat makin besar (SMA), saya sering dihadapkan pada test-test psikologi, test narkoba, yang beberapa pertanyaannya adalah’apakah anda pernah ingin kabur dari rumah?’,’apakah anda seolah ingin bunuh diri?’dan beberapa pertanyaan lain, yang selalu SAYA JAWAB DENGAN KATA TIDAK, meski sebenarnya saya SESEKALI (dan PERNAH) ingin melakukan hal-hal tersebut.

Seiring saya tumbuh SMP ke SMA, saya tetap menggilai musik. I love Britney, I love ‘N Sync (and Justin Timberlake), Eminem, Westlife, etc., etc., etc. Saya selalu punya (atau merasa punya?) power dan defense lebih untuk menghadapi masalah ketika saya mendengarkan musik. Saya merasa lebih kuat (Oh ya, sebenarnya kultur Islam delam keluarga saya lumayan kuat ustadz, tapi sebatas ritual saja, bukan Islam yang diimani dengan proses thoriqul iman yang benar. Walhasil, saya merasa tidak berdosa meski saat SMP tidak pernah sholat)

Saat mulai kuliah dan mengenal apa itu liqo, halqah, saya mulai rajin tholabul ‘ilmi,hingga saat ini alhamdulillah saya istiqamah tergabung dn menimba ilmu di sbuah hizbun siyasiyun mabda’iyun. Jujur ustadz, meski tidak pernah lagi menginginkan kabur atau bunuh diri (naudzubillah) susah sekali menghilangkan kecintaan saya pada musik, bahkan saat masih di Akademi dan saya memilih untuk berjilbab (gamis) saya pernah sekuat tenaga untuk keluar dari keanggotaan marching band mengingat banyaknya hak syara’ yang dilanggar di sana, saya begitu sedih, ampun-ampunan sedihnya. Saya sadar saat itu, bahwa memang musik itu sudah jadi komponen yang mendaging dengan hidup saya.

Pertanyaan saya:

1. Inikah manifestasi dari sihir sigil dan indoktrinasi kaum satan, mason, dll dalam lirik-lirik lagu yang menemani saya tumbuh dewasa?

2. Sejauh apa sihir ini mampu mempengaruhi seorang mukmin (mengingat ada sebuah statemen bahwa alam bawah sadar kita akan berusaha memecahkan simbol-simbol rahasia saat qta istirahat)?

3. Apa sih ustadz yang bisa saya lakukan untuk menghilangkan spontanisasi lidah saya dalam menceploskan lirik lagu? (saya berusaha keras untuk tidak lagi mengingat-ingat ribuan lagu ‘setan’ yang dulu begitu saya hafal, tapi jujur lidah ini sering keseleo menyenandungkannya saat naik motor, jalan, atau beraktivitas lain)

4. Sifat-sifat ‘aneh’ yang saya temui pada waktu kecil dan remaja saya, kini sudah bisa saya hilangkan, tapi ada beberapa sikap (atau karakter) yang mungkin lebih halus (dan menurut saya sifat-sifat ini NEGATIF) yang saya temui ada pada diri saya, dan saya yakini itu merupakan hasil dr pola pendidikan dn banyaknya hiburan (negatif) yaga masuk pada diri saya sejak saya bayi. Saya TIDAK MENGINGINKAN SIFAT-SIFAT ini ada dalam KEPRIBADIAN SAYA ustadz, tapi sungguh saya harus ekstra keras untuk melenyapkannya, dan saya sering letih menghadapi itu. Sifat seperti mudah menyalahkan diri sendiri, mudah berfikir negatif, dan sangat mudah mendramatisir kedaan. menurut saya untuk yang ini (mendramatisir), sungguh saya parah. Dulu saya sangat suka Justin Timberlake, Westlife dan Britney. Sekali saya TIDAK SENGAJA mendengar lagu mereka, melihat gosip tentang mereka di infotainment, atau melihat cuplikan video mereka, saya akan langsung ingat mereka, dan butuh berhari-hari untuk menghilangkan itu. Saya pernah jadi koreanaholic juga, jadi sekali saja saya duduk manis nonton satu episode ‘My Sassy Girl’ atau sekali saja saya liat video lagu Rain Bi dan Super Junior, saya langsung teringat mereka. Mereka sedang apa, apa film terbaru mereka, kenapa sih film itu tidak ada lanjutannya, dan hal-hal mellow lain yang juga butuh bilangan hari bahkan minggu untuk menghilangkannya. Merasa jadi mudah mellow, sedih, intinya mendramatisir keadaan ustadz.

Saya tidak mau punya sifat-sifat seperti ini. Saya sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, namun bila sifat negatif ini bukan murni dari saya, tapi ada faktor eksternal, sungguh tidak ridho rasanya jika tetap ada pada diri saya, apalagi berpotensi mengganggu konsentrasi saya pada perjuangan menegakkan kalimatillah. Hal teknis apa yang bisa saya lakukan Ustadz?

Afwan mengganggu dan banyak sekali tanya. Jika ustadz merasa kenberatan menganalisa saya dan memberikan solusi, sungguh tidak apa-apa jika tidak dijawab, afwan jiddan sekali lagi ustadz. Syukran sebelumnya, wa jazakallah bil ahsan.

Wassalammu’alaykumu wr. wb.

-eresia nindia w- Baca lebih lanjut