“Sejarawan muslim dituntut nengungkapkan yang benar dan mengorbankan segala usaha untuk sampai kepada tujuan tersebut. Tidak boleh berbasa-basi terhadap seseorang, mengasihi, atau menzhaliminya.. Dari segi ilmiah sejarah itu sudah menjadi palsu, walaupun kalimat-kalimat yang ditulis di dalamnya benar, sebab dia memberi umat ukuran yang jauh lebih kecil dari ukuran yang sebenarnya, meletakkan si cebol yang lemah di tempat raksasa.” [1]
Ungkapan itu adalah guratan tangan Muhammad Quthb dalam bukunya “Kaifa Naktubu Attarikhal Islam” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengapa Kita Perlu Menulis Ulang Sejarah Islam” Baca lebih lanjut